“Pengembangan Pembelajaran Ketrampilan membaca di SD”.
BAB I
PENDAHULUAN
I.
PENDAHULUAN
Membaca permulaan
merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal.
Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca
dan menangkap isi bacaan dengan baik. oleh karena itu guru perlu merancang
pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasan membaca
sebagai suatu yang menyenangkan.
Suasana belajar harus dapat diciptakan melalui kegiatan permainan bahasa dalam pembelajaran membaca. Hal itu sesuai dengan karakteristik anak yang masih senang bermain. Permainan memiliki peran penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak.
Membaca merupakan
salah satu ketrampilan berbahasa yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa
Indonesia di sekolah dasar. Keempat aspek tersebut dibagi menjadi dua kelompok
besar, yaitu (1) ketrampilan yang bersifat menerima (reseptif) yang meliputi
ketrampilan membaca dan menyimak, (2) ketrampilan yang bersifat mengungkap
(produktif) yang meliputi ketrampilan menulis dan berbicara (Muchlisoh, 1992:
119).
Pembelajaran Bahasa
Indonesia di Sekolah Dasar (SD) bertujuan meningkatkan kemampuan siswa
berkomunikasi secara efektif, baik lisan maupun tertulis. Ketrampilan membaca
sebagai salah satu ketrampilan berbahasa tulis yang bersifat reseptif perlu
dimiliki siswa SD agar mampu berkomunikasi secara tertulis. oLeh karena itu,
peranan pengajaran Bahasa Indonesia khususnya pengajaran membaca di SD menjadi
sangat penting. Peran tersebut semakin penting bila dikaitkan dengan tuntutan
pemilikan kemahirwacanaan dalam abad informasi (Joni, 1990). Pengajaran Bahasa
Indonesia di SD yang bertumpu pada kemampuan dasar membaca dan menulis juga
perlu diarahkan pada tercapainya kemahirwacanaan.
Ketrampilan membaca
dan menulis, khususnya ketrampilan membaca harus segera dikuasai oleh para
siswa di SD karena ketrampilan ini secara langsung berkaitan dengan seluruh
proses belajar siswa di SD. Keberhasilan belajar siswa dalam mengikuti proses
kegiatan belajar-mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan
kemampuan membaca mereka. Siswa yang tidak mampu membaca dengan baik akan
mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata
pelajaran. Siswa akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami
informasi yang disajikan dalam berbagai buku pelajaran, buku-buku bahan
penunjang dan sumber-sumber belajar tertulis yang lain. Akibatnya, kemajuan
belajarnya juga lamban jika dibandingkan dengan teman-temannya yang tidak
mengalami kesulitan dalam membaca.
Pembelajaran membaca
di SD dilaksanakan sesuai dengan pembedaan atas kelas-kelas awal dan
kelas-kelas tinggi. Pelajaran membaca dan menulis di kelas kelas awal disebut
pelajaran membaca dan menulis permulaan, sedangkan di kelas-kelas tinggi
disebut pelajaran membaca dan menulis lanjut. Pelaksanaan membaca permulaan di kelas
I sekolah dasar dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan
membaca dengan menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan
dengan cara mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku
misalnya kartu gambar, kartu huruf, kartu kata dan kartu kalimat, sedangkan
membaca dengan buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan buku sebagai
bahan pelajaran.
Tujuan membaca
permulaan di kelas I adalah agar “Siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat
sederhana dengan lancar dan tepat (Depdikbud, 1994/1995:4). Kelancaran dan
ketepatan anak membaca pada tahap belajar membaca permulaan dipengaruhi oleh
keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar di kelas I. Dengan kata lain, guru
memegang peranan yang strategis dalam meningkatkan ketrampilan membaca siswa.
Peranan strategis tersebut menyangkut peran guru sebagai fasilitator,
motivator, sumber belajar, dan organisator dalam proses pembelajaran. guru yang
berkompetensi tinggi akan sanggup menyelenggarakan tugas untuk mencerdaskan
bangsa, mengembangkan pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan membentuk ilmuwan
dan tenaga ahli.
BAB II
PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN
I.
MEMBACA
PERMULAAN
Pembelajaran membaca
permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agar siswa memiliki
kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai
dasar untuk dapat membaca lanjut (Akhadiah, 1991/1992: 31). Pembelajaran
membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk
menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini
sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read).
Membaca lanjut merupakan
tingkatan proses penguasaan membaca untuk memperoleh isi pesan yang terkandung
dalam tulisan. Tingkatan ini disebut sebagai membaca untuk belajar (reading to
learn). Kedua tingkatan tersebut bersifat kontinum, artinya pada tingkatan
membaca permulaan yang fokus kegiatannya penguasaan sistem tulisan, telah
dimulai pula pembelajaran membaca lanjut dengan pemahaman walaupun terbatas.
Demikian juga pada membaca lanjut menekankan pada pemahaman isi bacaan, masih
perlu perbaikan dan penyempurnaan penguasaan teknik membaca permulaan.
II.
PEMBELAJARAN
MEMBACA MELALUI PERMAINAN BAHASA
Belajar konstruktivisme
mengisyaratkan bahwa guru tidak memompakan pengetahuan ke dalam kepala pembelajar,
melainkan pengetahuan diperoleh melalui suatu dialog yang ditandai oleh suasana
belajar yang bercirikan pengalaman dua sisi. Ini berarti bahwa penekanan bukan
pada kuantitas materi, melainkan pada upaya agar siswa mampu menggunakan
otaknya secara efektif dan efisien sehingga tidak ditandai oleh segi kognitif
belaka, melainkan oleh keterlibatan emosi dan kemampuan kreatif. Dengan
demikian proses belajar membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan
siswa (Semiawan, 2002:5).
Dalam hal ini guru
tidak hanya sekedar melaksanakan apa yang ada dalam kurikulum, melainkan harus
dapat menginterpretasi dan mengembangakn kurikulum menjadi bentuk pembelajaran
yang menarik. Pembelajaran dapat menarik apabila guru memiliki kreativitas
dengan memasukkan aktivitas permainan ke dalam aktivitas belajar siswa.
Penggunaan bentuk-bentuk permainan dalam pembelajaran akan memberi iklim yang
menyenangkan dalam proses belajar, sehingga siswa akan belajar seolah-olah
proses belajar siswa dilakukan tanpa adanya keterpaksaan, tetapi justru belajar
dengan rasa keharmonisan. Selain itu, dengan bermain siswa dapat berbuat agak
santai. Dengan cara santai tersebut, sel-sel otak siswa dapat berkembang
akhirnya siswa dapat menyerap informasi, dan memperoleh kesan yang mendalam
terhadap materi pelajaran. Materi pelajaran dapat disimpan terus dalam ingatan
jangka panjang (Rubin, 1993 dalam Rofi’uddin, 2003).
Permainan dapat
menjadi kekuatan yang memberikan konteks pembelajaran dan perkembangan masa
kanak-kanak awal. Untuk itu perlu, diperhatikan struktur dan isi kurikulum
sehingga guru dapat membangun kerangka pedagogig bagi permainan. Struktur
kurikulum terdiri atas
1) Perencanaan
yang mencakup penetapan sasaran dan tujuan,
2) Pengorganisasian,
dengan mempertimbangkan ruang, sumber, waktu dan peran orang dewasa,
3) Pelaksanaan,
yang mencakup aktivitas dan perencanaan, pembelajaran yang diinginkan, dan
4) Assesmen
dan evaluasi yang meliputi alur umpan balik pada perencanaan (Wood, 1996:87).
Dalam pembelajaran
bahasa Indonesia, guru dapat melakukan simulasi pembelajaran dengan menggunakan
kartu berseri (flash card). Kartu-kartu berseri tersebut dapat berupa kartu
bergambar. Kartu huruf, kartu kata, kartu kalimat. Dalam pembelajaran membaca
permulaan guru dapat menggunakan strategi bermain dengan memanfaatkan
kartu-kartu huruf. Kartu-kartu huruf tersebut digunakan sebagai media dalam
permainan menemukan kata. Siswa diajak bermain dengan menyusun huruf-huruf
menjadi sebuah kata yang berdasarkan teka-teki atau soal-soal yang dibuat oleh
guru. Titik berat latihan menyusun huruf ini adalah ketrampilan mengeja suatu
kata (Rose and Roe, 1990).
Dalam pembelajaran
membaca teknis menurut Mackey (dalam Rofi’uddin, 2003:44) guru dapat
menggunakan strategi permainan membaca, misalnya cocokkan kartu, ucapkan kata
itu, temukan kata itu, kontes ucapan, temukan kalimat itu, baca dan berbuat dan
sebagainya. Kartu-kartu kata maupun kalimat digunakan sebagai media dalam
permainan kontes ucapan. Para siswa diajak bermain dengan mengucapkan atau
melafalkan kata-kata yang tertulis pada kartu kata. Pelafalan kata-kata
tersebut dapat diperluas dalam bentuk pelafalan kalimat bahasa Indonesia. Yang
dipentingkan dalam latihan ini adalah melatih siswa mengucapkan bunyi-bunyi
bahasa (vokal, konsonan, dialog, dan cluster) sesuai dengan daerah
artikulasinya (Hidayat dkk, 1980).
Untuk memilih dan
menentukan jenis permainan dalam pembelajaran membaca permulaan di kelas, guru
perlu mempertimbangkan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran dan kondisi
siswa maupun sekolah. Dalam tujuan pembelajaran, guru dapat mengembangkan salah
satu aspek kognitif, psikomotor atau sosial atau memadukan berbagai aspek
tersebut. Guru juga perlu mempertimbangkan materi pembelajaran, karena bentuk
permainan tertentu cocok untuk materi tertentu. Misalnya, untuk ketrampilan
berbicara guru dapat menyediakan jenis permainan dua boneka, karena dengan
permainan ini dapat mendorong siswa berani tampil secara ekspresif.
III.
PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN MEMBACA PERMULAAN DI SEKOLAH DASAR
Pengembangan membaca permulaan
dengan model pembelajaran
yang menyenangkan yaitu dengan menggunakan kartu huruf agar anak gemar
membaca karena mempunyai
nilai yang stategis
bagi pengembangan kepribadian
dan kemampuan peserta
didik. Pengembangan kepribadian
dapat ditanamkan melalui materi
teks bacaan yang
berisi berbagai pengetahuan
dan pengalaman baru
yang pada akhirnya dapat
berimplikasi pada kemampuan pengembangan peserta didik. Pembelajaran membaca dilaksanakan
dalam mata pelajaran
Bahasa Indonesia. Mata pelajaran
ini diatur pelaksanaan menurut kurikulum, untuk itu, pembelajaran membaca
yang dikembangkan di SD
harus berpatokan pada kurikulum
mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Menurut kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia yang saat
ini berlaku, dijelaskan
bahwa pengembangan pembelajaran harus bertolak dari standar kompetensi, kompetensi
dasar, dan indikator
belajar, untuk itu pembelajaran
membaca yang dikembangkan di SD harus bertolak dari standar kompetensi, kompetensi
dasar dan indicator
belajar yang terdapat
dalam kurikulum mata pelajaran
Bahasa Indonesia. Standar
kompetensi, kompetensi dasar, dan
indicator itu memiliki perbedaan
untuk setiap jenjang kelas
dan semesternya. Oleh karena itu,
pemilahan, pemilihan, dan penyusunannnya
perlu dilaksanakan (Diknas,2007).
BAB III
KESIMPULAN
Pada hakikatnya,
aktivitas membaca terdiri
dari dua bagian,
yaitu membaca sebagi proses
dan membaca sebagai
produk. Membaca sebagai proses mengacu pada
aktivitas fisik dan
mental. Sedangkan membaca
sebagai produk mengacu pada konsekuensi
dari aktivitas yang dilakukan pada saat membaca. Proses membaca
sangat kompleks dan
rumit karena melibatkan
beberapa aktivitas, baik berupa
kegiatan fisik maupun
kegiatan mental. Proses
membaca terdiri dari beberapa
aspek. Aspek-aspek tersebut
1) Aspek sensori, yaitu kemampuan untuk
memahami simbol-simbol tertulis,
2) Aspek perceptual, yaitu kemampuan untuk
menginterprestasikan apa yang
dilihat sebagai simbol,
3) Aspek schemata, yaitu kemampuan
menghubungkan informasi tertulis
dengan struktur pengetahuan yang
telah ada,
4) Aspek berfikir,
yaitu kemampuan membuat inferensi
dan evaluasi dari materi yang dipelajari, dan
5) Aspek afektif, yaitu yang berkenaan
dengan dengan minat pembaca yang berpenglaman terhadap kegiatan membaca.
Interaksi antara
kelima aspek tersebut
secara harmonis akan menghasilkan pemahaman
membaca yang baik,
yakni terciptanya komunikasi yang baik antara penulis dengan pembaca. Membaca merupakan
salah satu jenis
kemampuan berbahasa tulis
yang bersifat reseptif, disebut
reseptif karena dengan
membaca seseorang akan memperoleh informasi,
memperoleh ilmu dan
pengetahuan serta pengalaman-pengalaman baru. Semua yang
diperoleh dari bacaan dan memungkinkan sesorang mampu mempertinggi daya
pikirnya, mempertajam pandanannya dan memperluas wawasannya (Zuchdi dan
Budiasih,1996/1997:49).
Membaca adalah
proses aktif dari
pikiran yang dilakukan
melalui mata terhadap bacaan.
Dalam kegiatan membaca,
pembaca memproses informasi
dari teks yang dibaca untuk memperoleh makna (Vacca,1991:172). Menurut Bowman
(1993: 70-71) membaca merupakan
sarana yang tepat untuk
mempromosikan suatu pembelajaran
sepanjang hayat (life-long
learning). Dengan
mengajarkan kepada anak
cara membaca berarti
memberi anak tersebut sebuah sebuah
masa depan yaitu
memberi suatu teknik
bagaimana cara
mengeksplorasi “dunia” manapun
yang dia pilih
dan memberikan kesempatan untuk mendapatkan tujuan
hidupnya.
Membaca merupakan
salah satu diantara
empat keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara,
membaca dan menulis)
Karena membaca tidak
hanya untuk memperoleh informasi,
tetapi berfungsi sabagai
alat untuk memperluas pengetahuan bahasa
seseorang. Dengan demikian,
anak sejak awal
SD perlu memperoleh latihan
membaca dengan baik khususnya membaca permulaan .
Segala macam
informasi dan perkembangan
zaman dapat diikuti
dari media elektronik (misalnya
TV), ataupun media
cetak dengan membaca.
Kedua macam media tersebut
mempunya kelebihan dan
kekurangan Media elektonik
dapat lebih santai
tinggal menonton tayangan
di TV. Kelemahannya,
tayangan tersebut tidak dapat ditonton ulang apabila kita membutuhkan
informasi tersebut. Media cetak dengan
cara membaca mempunyai
kekurangan dari segi
pembaca yaitu ketersediaan waktu
yang kurang mencukupi
dalam membaca, kurangnya kemampuan memahami
teks bacaan, rendahnya
motivasi dalam membaca, kurangnya kebiasaan dalam membaca
dan lain sebagainya. Apabila dibandingkan dengan media
elektronik , kegiatan
membaca mempunyai kelebihan
yakni teks bacaan tersebut
dapat dibaca ulang
apabila informasi tersebut
sewaktu-waktu diperlukan
0 Response to "“Pengembangan Pembelajaran Ketrampilan membaca di SD”."
Posting Komentar
terimakasih